Andi Yuliani Paris Dorong Perbankan Tingkatkan Kredit Sektor Pertanian NTT

Anggota Komisi XI DPR RI Andi Yuliani Paris, saat kunjungan kerja reses Komisi XI DPR RI ke Kabupaten Manggarai Barat, Rabu (28/05/2025). Foto: Singgih/vel
Parlementaraia, Manggarai Barat - Anggota Komisi XI DPR RI Andi Yuliani Paris, menyoroti minimnya kontribusi perbankan dalam mendukung sektor riil di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), khususnya sektor pertanian. Dalam kunjungan kerja reses Komisi XI DPR RI ke Kabupaten Manggarai Barat, ia menegaskan bahwa pertumbuhan ekonomi di NTT sangat bergantung pada optimalisasi sektor pertanian yang masih menjadi tulang punggung masyarakat.
“Kita lihat bahwa kontribusi perbankan, misalnya Bank Pembangunan Daerah (BPD), masih sangat kecil, bahkan di bawah 10 persen. Padahal sektor yang paling penting untuk NTT adalah pertanian,” ujar Andi Yuliani, Rabu (28/05/2025).
Ia mendorong agar bank-bank nasional maupun bank daerah, termasuk BPD, lebih agresif menyalurkan kredit ke sektor pertanian dan UMKM. Menurutnya, pembiayaan harus mencakup seluruh rantai pasok sektor pertanian, mulai dari penanaman, alat dan mesin pertanian (agriculture machinery), hingga pengolahan hasil pertanian.
“Pengolahan hasil pertanian itu seharusnya juga menjadi pertimbangan dalam pemberian kredit. Kredit tidak cukup hanya untuk modal tanam, tapi juga untuk teknologi, alat, dan proses pasca-panen. Ini yang masih kurang diperhatikan,” ujarnya.
Andi menekankan bahwa jika masyarakat NTT masih didominasi oleh petani atau pelaku sektor agrikultur, maka logis jika produk perbankan juga diarahkan untuk mendukung aktivitas pertanian. Dukungan kredit yang sesuai kebutuhan akan berdampak langsung terhadap perputaran uang di daerah dan mendorong pertumbuhan ekonomi. “Kalau masyarakatnya agriculturis, kredit juga harus untuk pertanian. Itu penting untuk meningkatkan jumlah perputaran uang dan memperkuat ekonomi lokal,” jelas Andi Yuliani.
Ia juga menyoroti permasalahan tingginya suku bunga kredit yang masih menjadi hambatan besar bagi masyarakat dalam mengakses pembiayaan. Menurutnya, karena sebagian besar modal perbankan masih bersumber dari luar daerah, hal itu turut memengaruhi besarnya bunga kredit.
“Suku bunga yang tinggi itu tidak affordable bagi masyarakat. Masyarakat tidak bisa menjangkau kredit kalau bunganya mahal,” tegas Andi.
Untuk itu, ia berharap ada perbaikan dalam kebijakan perbankan dan dukungan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) agar sektor perbankan lebih responsif terhadap kebutuhan ekonomi masyarakat lokal, terutama dalam mendorong pertumbuhan sektor unggulan seperti pertanian. “Kredit murah, terjangkau, dan berbasis potensi lokal harus menjadi arah kebijakan ke depan, jika kita ingin melihat NTT tumbuh lebih cepat dan merata,” tegasnya. (skr/we)